PROBOLINGGO, PATROLI POS
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang (LPPM UM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) riset bertajuk “Model Islam Transformatif Berbasis Inklusi Sosial dalam Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren Berbentuk Satuan Tugas”. Kegiatan ini berlangsung di Ayo Renne Café & Resto, Jl. MT. Haryono No.58, Krejengan, Selasa (16/9/2025).
Salah satu gagasan penting yang muncul dalam forum ini adalah penyusunan buku saku bertajuk “Pesantren Aman: Buku Saku Santri dan Kiai Pencegahan Kekerasan Seksual” yang diinisiasi oleh Dr. M. Fahmi Hidayatullah. Buku tersebut dirancang sebagai panduan praktis bagi santri dan kiai dalam mengantisipasi berbagai bentuk kekerasan seksual sekaligus membangun kepemimpinan diri santri secara mandiri.
Isi buku ini meliputi pemahaman mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual, antara lain perbudakan, intimidasi, pelecehan, penyalahgunaan perkawinan siri, eksploitasi, kontrol seksual, hingga tradisi menyimpang. Faktor penyebab yang diulas antara lain lemahnya kepemimpinan perempuan di pesantren, pola asuh tanpa kontrol orang tua, penyalahgunaan konsep ta’dhim dan barokah, minimnya ruang publik, serta kurangnya edukasi bagi santri.
FGD diikuti oleh berbagai pihak lintas sektor, antara lain perwakilan DPPM Diktisaintek, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Probolinggo Dr. Samsur, Kasi PD Pontren beserta staf, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dosen Universitas Zainul Hasan Genggong, peneliti, tokoh agama, tokoh pemuda, mahasiswa, Fatayat Muslimat, Kanit PPA Polres Probolinggo, Dinas Sosial, DP3AP2KB, serta lembaga perlindungan anak.

Dalam sambutannya, Kepala Kemenag Dr. Samsur menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya forum strategis ini. “Harapan kami, hasil FGD ini dapat membangun pesantren yang ramah anak, melindungi santri, dan menjadi solusi berkelanjutan. Jika rekomendasi dari akademisi dan tokoh masyarakat ini bisa diintegrasikan dalam kurikulum pesantren, Kabupaten Probolinggo berpotensi menjadi percontohan sebagai kabupaten ramah anak,” ujarnya.
Salah satu narasumber, Neng Izzah, mengingatkan pentingnya keberanian santri untuk bersuara. Ia menyitir sebuah hadis yang artinya: “Tidak wajib taat bagi makhluk untuk mentaati kedurhakaan kepada Sang Pencipta.”
“Santri harus speak up dan menjadi agen perubahan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Jangan diam, harus berani berbicara,” tegasnya.
Melalui FGD ini, seluruh peserta menyepakati bahwa pencegahan kekerasan seksual di pesantren membutuhkan kerja sama lintas sektor melalui sinergi pemerintah, akademisi, pesantren, dan masyarakat sipil.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari koordinasi antara penggagas FGD Dr. Muhammad Fahmi Hidayatullah dengan Seksi PD Pontren Kemenag Kabupaten Probolinggo. Pertemuan sehari sebelumnya menekankan pentingnya peran pesantren dalam melindungi santri serta menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. Mp.